ASI adalah hak anak
Dalam UU kesehatan baru ini, hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif dijelaskan dalam Pasal 128 Ayat 1 yang berbunyi, ”Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.”
Salah seorang tokoh yang selama ini giat menyosialisasikan pentingnya ASI melalui Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dr Utami Roesli SpA MBA IBCLC FABM menyambut gembira munculnya UU ini.
”Dengan adanya UU ini, jelas sudah bahwa seorang anak yang baru dilahirkan dalam kondisi normal—artinya tidak memerlukan tindakan penanganan khusus—berhak mendapatkan ASI secara eksklusif,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia.
Lebih lanjut, di ayat berikutnya ditegaskan lagi, ”Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.”
dr Utami pun menegaskan seorang ibu sangat membutuhkan support dari orang-orang sekitar terutama dari keluarga seperti suami, orangtua, atau mertua demi kelancaran pemberian ASI pada bayinya. Ayat 3 berbunyi, ”Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.”
Pada kenyataannya, belum banyak dijumpai fasilitas umum yang menyediakan tempat khusus bagi ibu menyusui (breastfeeding room). Hal tersebut tampaknya juga belum tersosialisasikan pada perusahaan-perusahaan, tempat dimana banyak terdapat ibu bekerja yang sedang melaksanakan ASI eksklusif.
Setidaknya menilik ayat 3 tadi, perusahaan dapat menyediakan tempat khusus yang bersih dan nyaman sebagai tempat dimana seorang ibu menyusui dapat memompa ASI-nya untuk kemudian menyimpannya ke dalam botol dan diberikan pada bayinya sepulang dari bekerja.
Sanksi pidana
Terkait dengan Pasal 128 tadi, UU Kesehatan ini kemudian menetapkan sanksi yang tercantum dalam Pasal 200, yakni ”Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).”
Lebih lanjut dalam Pasal 201 dinyatakan bahwa bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang disebutkan dalam Pasal 200. Itu artinya pidana denda bagi korporasi yang melanggar Pasal 200 adalah paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah).
Dalam Pasal 201 ayat (2) disebutkan pula bahwa selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
dr Utami pun semakin optimis dengan adanya UU ini terlebih dengan sanksi pidana bagi perorangan maupun lembaga yang menghalangi hak anak akan ASI, dapat menjadi payung sebagai upaya pemeliharaan kesehatan bayi, mempersiapkan generasi yang sehat dan cerdas, serta dapat menurunkan angka kematian bayi dan menurunkan risiko kanker pada ibu.
Nah Moms, masalah ASI ini tidak main-main, bukan? Jika negara saja sudah begitu peduli, bagaimana dengan kita? Yuk, sukseskan dan kabarkan terus ke seluruh pelosok negeri ini, say yes to ASI!
(Sumber: Okezone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar